blogger adsanse
Kamis, 29 Desember 2011
BAB I DEPRESI
BAB I
DEPRESI
1.1.Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresiseseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresiadalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa,hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur.
Depresi adalah suatu gangguan jiwa yang dapat diakibatkan oleh berbagai ragam sebab. Depresi itu sendiri pun tidaklah terdiri dari satu macam tipe saja. Meskipun demikian, depresi dapatlah merupakan satu atau kombinasi dari ketiga hal di bawah ini:
a. Sebagai gejala dari sesuatu, misalnya sebagai akibat sampingan dari influenza atau penyakit serius yang lain.
b. Sebagai reaksi terhadap keadaan atau kejadian-kejadian dalam hidup, seperti pemberhentian hubungan kerja ataupun kematian. Dalam kategori ini depresi disebut sebagai depresi reaktif.
c. Sebagai penyakit tersendiri yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kimia hidup dalam diri kita.
Depresi tidaklah sama dengan kesedihan, keputus-asaan, atau keremukkan hati. Depresi adalah suatu gejala klinis yang khusus. Kebanyakan depresi adalah normal dalam arti depresi itu berkaitan dengan problema kehidupan. Biasanya kita tidak ditindih oleh depresi-depresi yang tidak meninggalkan akibat yang lama ini. Tetapi adakalanya kita mengalami masa-masa kesedihan yang dalam sampai ke titik di mana kita kehilangan kemampuan untuk mengatasi masalah hidup ini
1
1.2.Pengertian yang Salah Tentang Depresi:
1. Depresi adalah akibat dari dosa. Dosa bukanlah penyebab semata dari depresi, sebagaimana juga tidak semua depresi merupakan akibat dari perbuatan dosa. Kenyataannya dalah banyak orang yang berdosa tetapi tidak mengalami depresi dan banyak orang yang mengalami depresi yang bukan karena perbuatan dosanya. Tetapi adakalanya terjalin hubungan antara penyebab depresi dan dosa. Memisahkan faktor penyebab depresi dan dosa. Memisahkan faktor penyebab dari keadaan depresi itu sendiri sangatlah penting:
a. Jikalau penyebabnya adalah rasa kehilangan yang wajar, unsur rasa bersalah dapat dan sepatutnyalah dihilangkan dari depresi itu.
b. Jikalau penyebab depresi itu berkaitan dengan dosa, cara pendekatan konseling yang bersifat rohani haruslah ditujukan kepada penyebabnya itu sendiri, dan bukan depresi itu belaka.
c. Sangatlah bermanfaat untuk memisahkan rasa sakit (depresi) dari penyakit itu sendiri (penyebab depresi).
d. Memisahkan penyebab depresi dari depresi itu sendiri akan mempercepat proses penyembuhan, aitu dengan cara memperjelas baik bagi konselor maupun konsele, sifat dasar yang sesungguhnya dari depresi itu.
1. Depresi disebabkan oleh kurangnya iman dalam Tuhan. Pengertian ini berdalih, jika engkau kuat dalam iman dan sangatlah rohani, maka engkau tidaklah akan mengalami depresi atau engkau akan dapat dengan cepat mengalahkan depresi ini. Adakalanya kita dapat menelusuri penyebab dari depresi itu adalah bersumber pada kegagalan kita menerima kondisi-kondisi Tuhan bagi hidup kita. Mungkin juga diakibatkan oleh ketidakmampuan kita menyesuaikan diri dengan dan dalam keadaan dimana Tuhan telah tempatkan kita. Tetapi perlulah diingat bahwa seringkali depresi itu tidaklah berkaitan dengan persoalan iman semata. 2
2. Depresi merupakan sikap Tuhan yang berbalik menentang engkau. Bukan Depresi bukanlah disebabkan oleh karena Tuhan berbalik menentang engkau, engkaulah yang berbalik menentang Tuhan.
3. Menyembuhkan dengan cepat.
Penyembuhan dari depresi merupakan suatu hal rohani. Kenyataannya adalah Tuhan tidak pernah bermaksud menyembuhkan semua sakit-penyakit dan semua penderitaan. Jawaban atas pertanyaan, mengapa tidak, adalah rahasia Tuhan sendiri. Depresi mempunyai kecenderungan untuk menambah kepekaan kita akan rasa bersalah dan rasa putus asa. Dengan kata lain, depresi biasanya membuat kita lebih cenderung untuk bertanya.
1.3.Kenapa bisa depresi
Sebenarnya penyebab depresi dapat dipandang dari berbagai pendekatan, yaitu medis, psikologis, dan sosiokultural. Dalam tulisan ini akan dibahas penyebab depresi dari pandangan psikologi.
Menurut teori psikoanalisis, depresi dapat dialami oleh individu yang mengalami fiksasi pada tahap oral. Individu ini akan mengembangkan dependensi terhadap figur tertentu (awalnya ibu), dan memiliki mekanisme pertahanan berupa introyeksi. Dengan melakukan introyeksi, berarti individu menyerap hampir seluruh nilai, sikap, dan karakteristik dari figur tempatnya bergantung. Ketika orang yang dijadikan tempat bergantung ini tidak ada lagi (pergi atau meninggal dunia), maka individu ini menjadi marah. Kemarahannya sebenarnya ditujukan kepada orang tersebut. Namun dengan dependensi dan introyeksinya, individu tidak dapat mengungkapkan kemarahannya. Rasa marah tersebut malah ditujukan ke dalam diri (introjected hostility), sehingga menghasilkan kebencian terhadap diri yang akhirnya menimbulkan rasa putus asa (Freud, dikutip oleh Davison et al, 2004).
Lebih lanjut, teori psikoanalisis menyatakan bahwa seseorang yang mengalami depresi akan menampilkan regresi ego superego. Ketika dihibur, ia akan menyadari bahwa yang dikatakan oleh orang yang menghiburnya itu benar. Sayangnya, ia akan mengalami regresi superego sehingga tidak lama kemudian ia akan kembali mengeluh, merasa bersalah, lelah, tidak berdaya.
Kondisi ini juga sering disebut dengan narcissistic supply, yakni bahwa penghiburan dari orang lain telah menyuplai kebutuhan individu yang mengalami depresi untuk mengagumi dirnya, merasa bahwa dirinya benar dan berguna.
Sementara itu berdasarkan pandangan humanistik, depresi merupakan hasil kegagalan individu untuk mencapai hidup yang lengkap dan otentik. Kegagalan ini membuat individu merasa bersalah karena gagal membuat suatu pilihan yang tepat, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan potensi-potensinya.
Para ahli psikologi perilaku (behavioral) menyatakan bahwa seseorang mengalami depresi karena kurang memperoleh penguat positif (positive reinforcement) dalam hidupnya. Pandangan ini berangkat dari fakta bahwa depresi seringkali muncul sebagai reaksi terhadap peristiwa yang menekan seperti putusnya hubungan, kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, atau penyakit medis yang serius (Frank et al, 1994). Kondisi keuangan dan perkawinan yang buruk juga ditemukan sebagai salah satu sumber penyebab terjadinya depresi (Kessler, Davis, & Kendler, 1997). Tekanan-tekanan dalam hidup ini menunjukkan kurangnya positive reinforcers dalam kehidupan orang tersebut.
Ditambah dengan kurangnya keterampilan sosial, selanjutnya orang-orang tersebut menjadi menarik diri dari lingkungan. Semakin ia menarik diri, maka semakin berkurang penguat positif yang mungkin diperolehnya. Semakin berkurang penguat, maka ia pun semakin menarik diri. Demikian selanjutnya, seperti rantai yang semakin memperkuat depresinya (Lewinshon, dikutip oleh Nolen-Hoeksema, 2001).
Tidak diperolehnya penguat positif juga memungkinkan terjadinya learned helplessness. Learned helplessness merupakan suatu kondisi tidak berdaya yang dipelajari (Seligman, dikutip oleh Davidson et al, 2004). Dengan tidak memperoleh penguat positif untuk berbagai hal yang ia lakukan, maka individu belajar bahwa hal-hal yang dilakukannya tidak menghasilkan sesuatu yang positif. Lambat laun, ia pun mengembangkan rasa putus asa dan tidak berdaya.
Sementara itu menurut teori kognitif, bukan peristiwa hidup negatif yang dapat membuat seseorang menjadi depresi. Interpretasi individu terhadap peristiwa itulah yang dapat mengarahkan seseorang menjadi depresi (Beck, dikutip oleh Nolen-Hoeksema, 2001). Seseorang yang cenderung menyimpulkan peristiwa negatif itu memang memiliki dampak negatif yang parah akan lebih rentan untuk depresi. Hal ini terbukti dengan tidak semua orang yang mengalami peristiwa hidup menekan akan mengalami depresi. Malah banyak di antaranya yang justru bangkit dan membuat hidupnya menjadi lebih baik (Davison et al, 2004).
Secara lebih khusus, Beck menyebut persepsi negatif tersebut sebagai negative cognitive triad. Menurutnya, orang menjadi depresi karena memiliki pandangan negatif terhadap tiga hal, yakni dirinya sendiri, lingkungan, dan masa yang akan datang. Orang-orang ini menurut Beck mengembangkan distorsi dalam cara berpikirnya. Salah satunya melakukan pemikiran semua atau tidak sama sekali. Misalkan jika tidak mendapatkan nilai A dalam satu ujian, ia akan menganggap dirinya sebagai mahasiswa yang gagal. Biasanya hal ini terkait dengan distorsi lain, yaitu musturbation, yaitu menuntut dirinya terlalu banyak dengan kata ‘harus’ (must). Misalnya ia harus menjadi siswa teladan sehingga dengan memperoleh satu nilai buruk, ia merasa telah hancur.
Teori learned helplessness juga dapat dijelaskan berdasarkan teori kognitif, yang kemudian dinamakan reformulated learned helplessness theory (Peterson & Seligman, dikutip oleh Davison et al. 2004). Teori ini menekankan penyimpulan yang dilakukan seseorang mengenai penyebab suatu peristiwa (causal attribution). Individu dapat mengalami learned helpnessness yang berkepanjangan dan turunnya harga diri (self-esteem) jika melakukan penyimpulan kepada faktor internal yang bersifat stabil dan global. Internal berarti individu menyimpulkan suatu peristiwa negatif sebagai akibat kesalahan dalam dirinya. Stabil menunjukkan bahwa faktor kesalahan dalam dirinya relatif stabil sehingga dapat terjadi lagi di masa yang akan datang. Global berarti individu menganggap kesalahan tersebut dapat mempengaruhi area kehidupannya yang lain.
Penyimpulan kesalahan yang bersifat internal, stabil, dan global disebut dengan pessimistic attributional style. Hasil penelitian Alloy, Abramson, dan Francis (1999) menunjukkan gaya penyimpulan semacam ini dapat memprediksikan terjadinya depresi berat dan kekambuhan gangguan tersebut. Sebanyak 17% individu yang pesimis akan menderita depresi dibandingkan 1% individu optimis. Dua puluh tujuh persen individu pesimis yang mengalami depresi akan cenderung kambuh lagi.
BAB II
FAKTOR DAN GEJALA DEPRESI
1.1.Penyebab Depresi
Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
• Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
• Faktor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
• Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
1. Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
2. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
3. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari 6
5. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
9. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
10. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
11. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
12. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
13. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
14. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
15. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
16. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
17. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri 7
Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan seseorang.
Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.
Hasil penelitian WHO di 14 negara menunjukkan wanita 2 kali lebih mudah terserang depresi. Untuk mencegahnya, tentu kita perlu mengetahui penyebab utama depresi.
Pertama, depresi disebabkan masalah biologis seperti gangguan hormonal dan perubahan sistem neurokimia di otak.
Kedua, depresi yang disebabkan gangguan psikologi, seperti tekanan dari dalam diri sendiri menyangkut diri kita, misalnya tekanan saat menghadapi situasi yang tidak kita inginkan.
Ketiga, depresi karena gangguan sosial, seperti ditinggal istri atau suami, ditinggal pacar atau dijauhi teman.
Gejala-gejala utama yang timbul saat seseorang terkena depresi yakni suasana perasaan murung, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi dan menurunnya aktivitas.
Selain itu timbul gejala-gejala lain seperti konsentrasi dan perhatian berkurang, kepercayaan diri menurun, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.Paling parah penderita depresi dapat membahayakan diri dengan melakukan bunuh diri.seseorang baru bisa didiagnosis menderita depresi jika dua dari beberapa gejala yang disebutkan telah berlangsung selama 2 minggu atau lebih serta menimbulkan hambatan sosialisasi, seperti sering menyendiri, dan menjauh dari pergaulan. 8
Untungnya, gangguan depresi dapat dipulihkan asalkan penderita mendapat terapi yang benar dengan menggabungkan terapi psikososial dan pemberian obat antidepresan. Terapi antidepresi membutuhkan waktu antara 6 bulan hingga 2 tahun bahkan lebih..
1.2.Faktor yang Mempengaruhi Depresi
Kesedihan pada masa dini, yang disebabkan oleh misalnya kurangnya kasih sayang. Kesedihan-kesedihan yang dialami pada masa kanak-kanak (pada waktu kemampuan anak tersebut untuk mengatasi masalah sangatlah terbatas), secara psikologis dapat memberi kecenderungan kepada seorang untuk lebih mudah terkena depresi.
1. Kehilangan pada masa dini yang membuat seorang lebih sensitif terhadap kehilangan yang biasa. Kehilangan yang kecil dapat menciptakan depresi yang lebih besar dari yang seharusnya.
2. Kecemasan pada masa dini yang ditimbulkan oleh keadaan-keadaan yang mengancam keberadaan dirinya, seperti kelahiran adik, perceraian orang tua.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
1.3.Gejala-gejala Depresi:
1. Perasaan: sedih, tidak bahagia, tangisan (tidak pada semua depresi).
2. Pikiran: negatif, pesimistik terhadap maa depan, pikiran bersalah, mengecilkan diri, kehilangan minat/perhatian, kehilangan motivasi/keinginan, turunnya ketepatgunaan (efficiency) dan kemampuan berkonsentrasi, pikiran mau membunuh diri cukup umum dalam kasus depresi yang parah.
3. Perilaku: energi hilang, lambat, adakala tidak dapat diam, penampilan tidak terpelihara. 9
4. Jasmani: kehilangan nafsu makan dan nafsu seks, berat tubuh berkurang, kesukaran buang air besar, tidak dapat atau terlalu banyak tidur.
5. Pikiran: negatif, pesimistik terhadap maa depan, pikiran bersalah, mengecilkan diri, kehilangan minat/perhatian, kehilangan motivasi/keinginan, turunnya ketepatgunaan (efficiency) dan kemampuan berkonsentrasi, pikiran mau membunuh diri cukup umum dalam kasus depresi yang parah.
6. Perilaku: energi hilang, lambat, adakala tidak dapat diam, penampilan tidak terpelihara.
7. Jasmani: kehilangan nafsu makan dan nafsu seks, berat tubuh berkurang, kesukaran buang air besar, tidak dapat atau terlalu banyak tidur.
8. Kecemasan: rasa takut, cemas, tegang, tidak yakin, dan tidak dapat mengambil keputusan.
1.4.Depresi Reaktif:
Yang paling umum dari macam-macam depresi adalah depresi reaktif, yaitu depresi yang merupakan tanggapan atas sesuatu hal yang terjadi di dalam hidup seorang dan sebab timbulnya bersifat psikis. Satu dari ketrampilan-ketrampilan psikis yang harus kita kuasai dalam hidup adalah berhubungan dengan mengatasi kehilangan. Ketika kita gagal menyesuaikan diri dengan keadaan kehilangan itu, kita akan mengalami depresi, yaitu depresi reaktif ini. Pada hakekatnya pengalaman berdukacita (akibat dari kehilangan tersebut) merupakan depresi reaktif dan pengalaman berdukacita adalah suatu proses membiarkan pergi. Penghayatan dukacita meminta kita untuk mengizinkan diri mempunyai perasaan-perasaan berdukacita. Pada umumnya seorang tidaklah dapat dengan sukses melalu masa berkabungnya (rasa sedih atas kehilangan) tanpa ia membiarkan dirinya merasakan emosi-emosi berdukacita tersebut.
Secara teologis, kehilangan ini sendiri bukanlah persoalan utama dalam depresi reaktif. Problema yang sesungguhnya bukanlah terletak pada ketidak-beradaannya objek yang hilang itu tetapi pada pelekatan (berapa lekatnya) seseorang kepada objek tersebut. Dengan kata lain, depresi menjadi berkelanjutan karena kita tidak ingin melepaskan pergi objek yang kita kasihi itu. Membedakan kehilangan dari pelekatan sangatlah penting dalam konseling depresi ini. Satu aspek dari kehidupan yang menyakitkan adalah: kita menjadi terlalu lekat kepada hidup dan kebaikan-kebaikannya. Tetapi bukankah panggilan utama dari Injil adalah untuk melepaskan semua hal yang lekat dengan kita dan agar supaya kita memperoleh keamanan di dalam Juruselamat kita yang abadi.
11
BAB III
KONDISI,POPULASI,DAN MODEL DEPRESI SERTA PEDOMAN KONSELING ROHANI UNTUK DEPRESI
1.1.Ada Empat (4) Kondisi di Mana Depresi dapat dikaitkan dengan Dosa
Jika penyebab dari depresi itu berdasar dosa, seperti ketika kita berbuat dosa dan mengalami akibat dari dosa itu sendiri.
1. Ketika kita gagal untuk mengambil langkah-langkah yang perlu guna memperoleh kesembuhan, seperti sewaktu kita menolak pengobatan atau sengaja memperpanjang persoalan kita.
2. Ketika depresi merupakan akibat dari perbuatan kita sendiri yang terlalu banyak memberikan kekuasaan atas hidup kita kepada orang lain. Seperti sewaktu kita membiarkan orang lain untuk mengendalikan hidup kita dan menjauhkan kita dari rencana Tuhan yang sesungguhnya.
3. Ketika kita gagal untuk bangkit dari depresi pada waktu yang sewajarnya, yaitu sewaktu kita seolah-oleh menganggap bahwa depresi itu menguntungkan kita, hal ini membuat kita memilih tetap dalam keadaan depresi.
1.2.Populasi yang Berisiko Tinggi Mengalami Depresi:
1. Riset menunjukkan angka depresi yang lebih tinggi di kalangan wanita daripada pria (2:1). Lingkaran menstruasi dan kaitannya dengan faktor-faktor hormonal dan endokrinal menambah risiko depresi. Juga tempat mereka yang lemah di masyarakat memperkuat kecenderungan ini.
2. Angka depresi yang lebih tinggi di kalangan dewasa muda (18-40) dibandingkan dengan dewasa tua.
3. Angka yang lebih tinggi di kalangan yang berstatus berpisah atau bercerai dibandingkan dengan yang belum pernah menikah atau yang sedang berstatus menikah. Angka lebih rendah di kalangan yang menikah dibandingkan dengan yang tidak menikah. 12
4. Angka depresi yang lebih tinggi di kalangan yang berasal dari peringkat ekonomi yang rendah.
5. Faktor lahiriah menjadi prapenentu keadaan mania, tetapi kurang jelas dengan keadaan depresi.
1.3.Model Depresi Menurut Teori Psikoanalisa:
a. Depresi merupakan akibat dari kehilangan _obyek_ yang dikasihi pada masa kanak-kanak, baik ini adalah kehilangan yang sungguh-sungguh terjadi atau pun kehilangan yang dibayangkan saja. _Obyek-obyek_ ini adalah orang-orang yang berharga (orang yang penting) dalam hidup anak tersebut, seperti orang tua atau sering kali ibunya.
b. Sewaktu seorang merasakan takut bahwa rasa amarah yang timbul sebagai reaksi terhadap rasa ditinggalkan (baik itu merupakan rasa ditinggalkan sebagai akibat kejadian yang nyata atau pun rasa terancam akan ditinggalkan) akan menimbulkan penolakan, maka rasa amarah terhadap obyek yang dikasihi itu diarahkan kepada diri sendiri. Akibatnya, depresilah yang dialami.
c. Depresi dapat juga ditimbulkan oleh adanya jarak yang tidak dapat ditoleransi antara keadaan diri yang sebenarnya dan keadaan diri yang diinginkan, yaitu suatu keadaan yang menuju kepada rasa konsep diri yang rendah.
1.4.Pedoman Konseling Rohani untuk Depresi:
1. Yakinkan klien Anda bahwa depresi membuat persoalan rohani kelihatannya lebih buruk. Mereka seharusnya berhenti menghakimi diri mereka hingga Anda dapat menyelidiki persoalannya dengan lebih mendalam.
2. Yakinkan klien Anda bahwa Tuhan tetap memegang kendali. Tuhan mengerti rasa sakit mereka dan Ia juga menolong dalam proses penyembuhan ini. Berdoalah dengan mereka meminta penyembuhan dari Tuhan.
3. Hentikan klien Anda dalam usaha mereka mencari-cari tahu kenapa Tuhan membiarkan mereka mengalami depesi. Jawabannya adalah, kita tidak tahu. Penderitaan adalah suatu misteri, menyalahan atau menebak-nebak Tuhan tidaklah membwa hasil.
4. Doronglah klien Anda untuk menerapkan iman mereka walaupun rasa ragu-ragu amatlah besar.
5. Ciptakan pengharapan, yakinkan klien Anda bahwa mereka akan dapat lepas dari depresi ini cepat atau lambat. Beritahu mereka bahwa Anda akan bersama mereka hingga akhirnya.
6. Acukan klien Anda kepada sumber-sumber rohani. Dorong mereka untuk tetap berdoa walaupun mereka merasakan seolah-olah Tuhan tidak lagi mendengar doa mereka. Anjurkan agar mereka tetap membaca Alkitab meskipun mereka mengalami kesukaran berkonsentrasi.
14
BAB VI
MENGHINDARI DEPRESI
DAN
JALAN KELUARNYA
1.Terapi
Penderita depresi perlu melakukan terapi secara tepat. Hal ini untuk
menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan. Konsekuensi yang
dimaksud yaitu: kendala psikososial berkepanjangan, memperburuk prognosis,
menambah beban pelayanan medis, meningkatnya risiko bunuh diri dan
penyalahgunaan zat, serta meningkatnya risiko kekambuhan.
Adapun tujuan terapi depresi adalah meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
atau menghilangkan gejala, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko
kekambuhan, serta mengurangi risiko kecacatan atau kematian. Namun, ada faktor
yang memengaruhi hasil terapi, yakni pasien, masyarakat, dokter, dan obat.
Pada pasien biasanya berupa ketidakpatuhan karena berbagai sebab
satunya tidak peduli. Pada masyarakat atau lingkungan adalah karena mitos,
kepercayaan, dan stigma. Dokter juga bisa memberi pengaruh yang tidak baik pada
hasil terapi, misalnya jika dokter kurang mengenali gejala depresi. Sedangkan
pada obat, biasanya menyangkut efektivitas, efek samping, kemudahan, dan harga.
Khusus mengenai obat, penderita depresi sebaiknya menggunakan obat
antidepresan serotonin nor epinefrin reuptake inhibitor (SNRI). Mengapa
SNRI? Sebab, obat ini mampu bekerja ganda yakni menghambat reuptake
serotonin dan nor epinephrine. Penelitian oleh Wyeth Pharmaceutical
menunjukkan, golongan obat SNRI dapat mempertahankan keseimbangan sejumlah zat
kimia dalam otak yakni serotonin dan norepinefrin, sehingga mencegah kekambuhan
dan dan berulangnya depresi. Obat ini juga bekerja dengan cepat. Dengan dosis
sekali sehari, efeknya telah dapat dirasakan oleh pasien setelah empat hari
penggunaan.
a.Jangan Berdiam Diri
Banyak hal bisa membuat seseorang merasa cemas, stres, dan akhirnya jatuh ke
jurang depresi. Jika suatu kali Anda pun merasakan gejala-gejala depresi,
jangan berdiam diri. Segeralah bertindak untuk menolong diri Anda sendiri.
Bagaimana caranya? Langkah-langkah berikut mudah-mudahan bisa membantu Anda.
bBersikaplah realistis, jangan terlalu idealis.
Kalau Anda punya tugas atau pekerjaan yang menggunung, bagilah tugas-tugas
itu dan buat prioritas. Lakukan tugas yang memang bisa Anda kerjakan.
cJika punya masalah, jangan pendam sendiri. Cobalah ''curhat'' pada orang yang
Anda percayai. Biasanya, hal ini akan membuat perasaan lebih nyaman dan ringan.
dCobalah ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang bisa membuat hati Anda
senang, semisal berolahraga, nonton film, atau ikut dalam aktivitas sosial.
* Berusahalah untuk selalu berpikir positif.
d.Jangan ragu dan malu untuk meminta bantuan pada keluarga atau teman-teman.
Pencegahan Dari Depresi
1. Terimalah Ide bahwa mempunyai konflik-konflik emosional itu merupakan hal yang wajar saja.
Kamu tidak perlu merasa terganggu dan menderita karena memiliki konflik-konflik emosional. Konflik-konflik emosional merupakan hal yang wajar bagi manusia, kita semua memiliki konflik-konflik tersebut.
2. Jangan melampiaskan keinginan-keinginan yang tidak teraih dengan cara yang tidak bertanggung jawab
3. Jadilah orang-orang yang berorientasi pada kenyataan dalam keputusan-keputusan dan perilaku anda
4. Belajar untuk memaafkan diri sendiri dari kesalahan-kewsalahan yang telah dilakukan.
Depresi sering merupakan akibat dari kritik terhadap diri sendiri yang berlebihan mengenai superego yang terlalu menghukum. Perasaan bersalah kadang-kadang bersifat khayal atau terlalu dibesar-besarkan, membuat seseorang merasa tidak berarti. Cobalah untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Gantilah sikap menyalahkan diri sendiri denggan sikap yang realistis.Berikan perhatian dan energi kamu pada masa depan dan apa yang bisa kamu lakukan mendatang.
5. Membiasakan diri menceritakan setiap masalah yang kamu alami
Menceritakan setiap moment yang kamu alami setiap hariya akan membantu kamu dalam memahami diri kamu
6. Kalau kamu kesal carilah pelampiasan-pelampiasan yang tidak berbahaya untuk dorongan-dorongan agresif
JALAN KELUAR DEPRESI
Dan apabila pada kenyataannya kamu justru telah bergelut dengan apa yang dinamakan Depresi, apa yang harus kamu lakukan?..cobalah untuk melakukan hal-hal berikut ini..
1. Menerima keadaan diri
2. Memahami penyebab dari Depresi
3. Hentikan menilai diri secara berlebihan
4. Tentukan cita-cita yang realistis
5. Hiduplah untuk saat ini
6. Ambil tujuan hidup yang mendorong
7. Bergaul
8. Terima cobaan sebagai suatu hikmah
9. Simak penyebab Depresi yang terselubung
10. Kejujuran dan keterbukaan
11. Do’a
17
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar